Masa gempita Ramadan telah berlalu. Beberapa di antara kita masih merasakan manisnya. Beberapa yang lain lupa dengan seru dan berkahnya amalan di bulan yang mulia. Mushaf-mushaf yang sempat kusut karena sering terbuka, kini mulai rapi kembali di raknya. Hati-hati yang pernah rindu sepertinya kembali merasa asing. Muncul pertanyaan di benak masing-masing kita, benarkah pengakuan cinta selama sebulan Ramadan kemarin?
Namun, biarlah, masing-masing kita menghadapi ujiannya sendiri. Sebagaimana futur beramal adalah ujian, maka istikamah pun adalah cobaan. Mereka yang futur diuji kapan akan kembali. Mereka yang istikamah diuji mampukan bertahan selama ini? Saya ingin menukilkan sebuah hadis dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama yang berisi teguran agar kita semakin giat menghayati bacaan Alquran kita:
لَمْ يَفْقَهْ مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ في أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ
“Barangsiapa yang membaca kurang dari tiga hari, maka ia tidak sebenarnya paham dengan Alquran.” (HR At Tirmidzi 2949)
Para salaf memiliki kebiasaan yang jamak kita ketahui terkait interkasi mereka dengan Alquran. Imam an-Nawawi rahimahullahu menyebutkan kebiasaan ini dalam kitab beliau At Tibyan fii Adabi Hamalatil Quran hlm. 62 bahwa ada di antara para salaf yang mengkhatamkan Alquran dalam sehari sekali, tiga hari sekali, delapan hari sekali, sepuluh hari sekali, sebulan sekali, dan dua bulan sekali. Tentu saja, yang menjadi poin utama bukan berapa frekuensi khatam, melainkan kesungguhan mempertahankan kebiasaan baik. Bukan juga tentang siapa yang paling cepat khatam, tetapi siapa yang berhasil mengalahkan rasa malasnya.
Yang perlu saya ingatkan, untuk diri sendiri dan pembaca, bahwa kebutuhan hati kita terhadap kalamullah adalah sebagaimana kebutuhan fisik terhadap makanan. Sebagaimana kita ingin fisik kita kuat, kita akan mendekat kepada sumber makanan. Lantas bagaimana dengan hati kita? Akankah kita biarkan kering tanpa mendapat asupan sama sekali dari kalam Rabbnya?! Allah azza wajalla berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus: 57)
As-Sa’diy rahimahullahu mengatakan:
وهو هذا القرآن، شفاء لما في الصدور من أمراض الشهوات الصادة عن الانقياد للشرع وأمراض الشبهات، القادحة في العلم اليقيني، فإن ما فيه من المواعظ والترغيب والترهيب، والوعد والوعيد، مما يوجب للعبد الرغبة والرهبة. وإذا وجدت فيه الرغبة في الخير، والرهبة من الشر، ونمتا على تكرر ما يرد إليها من معاني القرآن، أوجب ذلك تقديم مراد الله على مراد النفس، وصار ما يرضي الله أحب إلى العبد من شهوة نفسه. وكذلك ما فيه من البراهين والأدلة التي صرفها الله غاية التصريف، وبينها أحسن بيان، مما يزيل الشبه القادحة في الحق، ويصل به القلب إلى أعلى درجات اليقين.
وإذا صح القلب من مرضه، ورفل بأثواب العافية، تبعته الجوارح كلها، فإنها تصلح بصلاحه، وتفسد بفساده
“Demikianlah Alquran, di dalamnya terdapat penyembuh bagi hati dari semua penyakit syahwat yang dapat menjadikan seseorang berpaling dari ketaatan dan penyakit syubhat yang menjadikan seseorang menurun keyakinannya. Di dalamnya terdapat peringatan, motivasi, ancaman, janji, balasan, yang dapat menumbuhkan raghbah dan rahbah dalam diri seorang hamba. Walhasil, menjadikan ia cinta akan kebaikan, benci kepada keburukan, dan terngiang dengan apa yang berulang disebutkan dalam Alquran, maka ia akan lebih mengedepankan kehendak Allah dibanding kehendak hawa nafsunya. Ia menjadikan syahwat dan hawa nafsunya di belakang keridaan Allah azza wajalla. Begitupun dengan banyaknya disebutkan dalil dan penjelasan di dalam Alquran, yang dapat memusnahkan syubhat. Dengannya hatinya akan sampai pada level tertinggi dari kebaikan. Dan jika hatinya bersih, anggota tubuh yang lain pun akan mengikuti. Karena mereka akan baik dengan baiknya hati dan memburuk dengan buruknya hati.” (Tafsir As Sa’diy 366)
Maka, semestinya mengkhatamkan Alquran dan mempelajari kandungannya tidak hanya kita lakukan di bulan Ramadan. Karena cinta yang sejati akan serius dalam berinteraksi. Lantas bagaimana agar kecintaan kita kepada Alquran tidak mudah sirnah? Berikut beberapa kiat yang dijelaskan para ulama kita:
- Meluangkan waktu kita untuknya.
- Mendekatkan diri dengan Alquran dengan cara membaca dan mendengarkan murattal setiap hari. Seayat dua ayat pun tak masalah yang penting konsisten dan serius.
- Banyak berdoa agar Allah jadikan kecintaan yang sungguh-sungguh terhadap Alquran.
Ingatlah, bahwa tidak ada balasan terhadap sebuah amalan yang menjadikan seorang menjadi spesial di hadapan Allah melebihi membaca Alquran. Barakallahu fiikum